R.I. Hang Tuah - Kapal Perang Indonesia yg di Tenggelamkan Permesta

RI Hang Tuah

Tahun 1958, pada saat terjadi pemberontakan PRRI/ Permesta, R.I. Hang Tuah untuk kesekian kalinya, kembali menunjukan eksistensinya dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan bergabung dalam Operasi Sapta Marga I yang berada di bawah sebuah operasi Gabungan dengan sandi Operasi Merdeka

Pada tanggal 28 April 1958, sebuah pesawat Douglas A-26 Invader yg bercat hitam, tanpa identitas, mengebom dan menenggelamkan RI Hang Tuah dilepas pantai Balikpapan. Dalam peristiwa itu 18 orang awak kapal tewas dan 28 lainnya luka-luka.

Pesawat itu dipasok oleh CIA dalam rangka mengguncang pemerintahan RI saat itu. Pilot pesawat adalah William H Beale, Jr, yg merupakan mantan perwira USAAF berpangkat Letnan Kolonel, dia ditugaskan pada unit terdepan CIA yang berbasis di Taiwan dalam organisasi samaran yg bernama Civil Air Transport. Sedangkan co-pilot adalah Kolonel Muharto dari AUREV dari angkatan udara gerakan pemberontak Permesta.


JASA R.I. HANG TUAH SEBELUMNYA.

R.I. Hang Tuah mulai beroperasi pada bulan April 1950 dan tergabung pada kegiatan Operasi Gabungan dalam Gerakan Operasi Militer Ill (GOM Ill) yang melaksanakan penumpasan terhadap pemberontakan Andi Aziz di Makassar. Pada periode Juli 1950 sampai dengan Maret 1951, R.I. Hang Tuah dilibatkan dalam operasi penumpasan terhadap pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) yang digerakkan oleh Dr. CH. Soumokil, beberapa operasi yang dilaksanakan diantaranya Operasi Fajar, Operasi Senopati, Operasi Senopati II dan Operasi Bintang Siang.

R.I. Hangtuah sedang berlabuh

Pada saat dilaksanakan Operasi Fajar, R.I. Hang Tuah terlibat dalam operasi pendaratan di Pulau Buru, Pulau Seram dan Kota Amahai. Pada Operasi Senopati, R.I. Hang Tuah hanya terlibat pada operasi pendaratan di Hitulama. Pada saat pelaksanaan Operasi Senopati II, R.I. Hang Tuah tergabung dalam sebuah operasi gabungan ketiga angkatan dalam rangka penyerbuan ke kota Ambon, sedangkan dalam operasi lanjutan penumpasan pemberontakan RMS, R.I. Hang Tuah tergabung dalam Operasi Bintang Siang yang merupakan operasi pendaratan di Pulau Saparua.

Pada bulan Maret 1953, R.I. Hang Tuah kembali berperan dalam rangka menumpas pemberontakan DII/TII, tergabung dalam Operasi lndra pada saat penumpasan DI/TII di Jawa Barat dan Operasi Tri Tunggal pada saat penumpasan DII/TII di Sulawesi.


R.I. HANGTUAH MENGABDI UNTUK TIGA NEGARA

Sebuah kapal perang Australia bernama HMAS Ipswich bernomor lambung J 186, dibuat pada masa Perang Dunia II tepatnya pada tahun 1941 di galangan kapal EvanDeakin & Co Ltd, Brisbane, Australia.

Sejak awal peresmiannya pada tanggal 13 Juni 1942, disamping tugas-tugas pengawalan dan patrol anti kapal selam, kapal tersebut beberapa kali terlibat kontak langsung dalam pertempuran laut diantaranya pada tanggal 25 Juli 1943 saat berada di Syracuse, HMAS Ipswich berhasil menembak jatuh pesawat pembom bermesin ganda, kemudian pada tanggal 11 Februari 1944, dengan dibantu oleh kapal Australia lainnya HMAS Launceston dan kapal India HMIS Jumna berhasil menenggelamkan kapal selam Jepang R0-110 di lepas pantai timur lndia. Atas jasa-jasanya selama terlibat dalam beberapa kali pertempuran, HMAS lpwich dianugerahi lima medali kehormatan perang yaitu Pasific 1942, Indian Ocean 1942-1945, Sicily 1943, East Indies 1944 dan Okinawa 1945.

Insignia HMAS Ipswich

Pada tanggal 5 Juli 1946, HMAS Ipswich dinonaktifkan dari Angkatan Laut Australia dan dibeli oleh Angkatan Laut Kerajaan BeIanda. Kapal perang tersebut berganti nama menjadi HNMLS Morotai.

Pada tanggal 28 Desember 1949, HNMLS Morotai kembali berpindah tangan karena Pemerintah Kerajaan Belanda harus menyerahkan kapal perang tersebut kepada Pemerintah Republik Indonesia sebagai realisasi dari Konferensi Meja Bundar.

Kapal perang ex HMAS Ipswich dan ex HNMLS Morotai itu kembali mengalami perubahan nama menjadi R.I. Hang Tuah dengan Komandan pertamanya adalah Mayor Pelaut Raden Eddy Martadinata.


R.I. HANG TUAH BERSUJUD DI HARIBAAN PERTIWI (Kisah Detail)

Tanggal 28 April 1958, setelah bersandar selama tiga hari di Balikpapan, R.I. Hang Tuah bertolak dari pelabuhan Balikpapan sekitar pukul 06.30. Dengan kecepatan kapal yang hanya sekitar 4-5 knot, R.I. Hang Tuah bergerak perlahan meninggalkan pelabuhan Balikpapan melewati alur keluar pelabuhan Balikpapan. Dipilihnya waktu tersebut dengan harapan pada saat meninggalkan pelabuhan tidak banyak orang yang mengetahui.

Sekitar pukul 08.00 pada saat R.I. Hang Tuah melintas di bouy no.1 yang merupakan rambu pelampung penuntun terluar alur pelabuhan. Terlihat secara visual sebuah pesawat pembom B 26 lnvander terbang di atas pantai menuju Balikpapan sambil melepaskan tembakan bombardir ke sepanjang pantai. Pesawat tersebut terus-menerus melakukan serangan dan melaksanakan pengeboman tepat di atas pelabuhan Balikpapan dan kapal tanker yang sedang berlabuh.

Dengan segera Komandan R.I. Hang Tuah memerintahkan seluruh awak kapal untuk melaksanakan peran tempur. Mendengar suara alarm peran tempur, Gatot segera menempati pos tempurnya sebagai Komandan Pucuk di meriam bofors 40 mm haluan. Seluruh pengawak meriam segera siap di pos tempurnya masing-masing mengarahkan laras mengikuti gerakan pesawat tersebut

Pergerakan pesawat tersebut terus diikuti secara visual karena pada saat itu R.I. Hang Tuah hanya memiliki Radar navigasi. Berdasarkan pengamatan visual tersebut, belum dilihat adanya tanda-tanda bahwa pesawat tersebut akan menuju ke arah R.I. Hang Tuah.

Sebuah insiden terjadi ketika pengawak meriam Oerlikon yang berada di geladak anjungan membuka tembakan terlebih dahulu ke arah pesawat tanpa adanya perintah penembakan. Kepanikan terjadi karena hal itu memancing reaksi dari pesawat tersebut yang kemudian berputar mengarah ke posisi R.I. Hang Tuah.

R.I. Hang Tuah

Pesawat B26 lnvander mendekat dari arah lambung kiri kapal dan memberondong R.I. Hang Tuah dengan tembakan Mitraliur. R.I. Hang Tuah segera mengadakan perlawanan dengan tembakan dari meriam Boffors dan Oerlikon. Gatot terus menerus memberikan perintah penembakan dari pos tempurnya.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Pada saat melintas di atas R.I. Hang Tuah, pesawat tersebut menjatuhkan born tepat di atas cerobong asap dan meledak di antara ruang ketel dan kamar mesin. Perlawanan R.I. Hang Tuah terhenti dan seketika itu R.I. Hang Tuah mengalami kebakaran hebat. Meriam Oerlikon 20 mm bahkan terlempar ke laut. Banyak korban berjatuhan. Keadaan bertambah gawat karena kebakaran semakin membesar.

Gatot yang belum mengetahui bagaimana situasi di anjungan kemudian mendengarkan perintah dari Perwira Satu Kapten Pelaut Teguh Santoso agar seluruh awak kapal segera melaksanakan peran peninggalan.

Pesawat pembom B 26 lnvander tersebut kelak dapat ditembak jatuh pada tanggal 18 Mei 1958 oleh kapal-kapal perang Angkatan Laut Republik Indonesia yang tergabung dalam Amphibious Task Group 21 pada saat pelaksanaan Operasi Mena II, hal tersebut diketahui berdasarkan pengakuan dari pilot pesawat setelah berhasil ditangkap dan diadili.

Adalah Allen Lawrence Pope yang merupakan penerbang asing sewaan berkebangsaan Amerika Serikat dan bergabung dengan Angkatan Udara Revolusioner Permesta, dibantu oleh seorang operator radio yang semula mengaku bernama Pedro berkebangsaan Filipina namun belakangan penyamarannya terbongkar saat salah seorang sersan dari Angkatan Udara Republik Indonesia yang sedang berada di R.I. Sawega mengenalinya.

Pedro sebenarnya adalah Jan Harry Rantung, seorang Kopral AURI yang membelot dan bergabung dengan Permesta. Pope dan Rantung adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap tragedi yang dialami oleh R.I. Hang Tuah.

R.I. Hang Tuah tidak langsung tenggelam, posisinya masih terapung saat kobaran api mulai melumat habis badan kapal. Banyak saksi mata yang melihat kobaran api di R.I. Hang Tuah, termasuk seorang anak laki-laki berumur 6 tahun yang tinggal di sebuah perumahan di atas perbukitan di salah satu sudut kota Balikpapan. Anak laki-laki itu bernama Tedjo Edhy Purdijatno, Tedjo yang kelak menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Laut dan sempat menjadi perwira staf Gatot sewaktu berdinas di Penerbangan Angkatan Laut.

Pada pukul 00.20, tidak tampak lagi adanya kobaran api dan hampir dapat dipastikan bahwa R.I. HangTuah telah tenggelam, mengakhiri masa baktinya kepada Republik Indonesia, bersujud di haribaan Pertiwi. Sampai saat ini belum ada KRI penerus yang menyandang nama pahlawan dari Riau tersebut ,kedepannya Insya Allah, tergantung dari kebijakan

Sumber :Elang Laut Menembus Batas Cakrawala. Autobiografi Laksdya TNI (Purn) Gatot Suwardi.. Gambar by sumber ,Googel dan Patsus Citox

---end---