Usman & Harun, Pahlawan Nasional Dari Korps Marinir (Bag 2 - Pertemuan Usman & Harun)

Baru saja TNI AL selesai melaksanakan tugas-tugas operasi dalam mengembalikan Irian Barat ke wilayah kekuasaan RI, timbul lagi masalah baru yang harus dihadapi oleh seluruh bangsa Indonesia, dengan dikomandokannya Dwikora oleh Presiden Sukarno pada tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta. Komando tersebut mendapat sambutan dari lapisan masyarakat, termasuk ABRI. Hal ini terbukti bahwa rakyat Indonesia berbondong-bondong mendaftarkan diri sebagai sukarelawan Dwikora sehingga mencapai jumlah 21 juta sukarelawan.

Penggunaan tenaga sukarelawan ini membawa dampak yang besar. Dilihat dari segi positifnya memang sangat menguntungkan, karena perang yang akan dihadapi tidak secara frontal, sehingga akan membingungkan pihak lawan. Tetapi dari segi negatif kurang menguntungkan, karena apabila sukarelawan itu tertangkap ia akan diperlakukan sebagai penjahat biasa, jadi bukan sebagai tawanan perang di lindungi oleh UU Perang. Jika Sukarelawan itu tertangkap oleh lawan, resikonya disiksa secara kejam.

Untuk melindungi Operasi tersebut di atas, KOTI kemudian memutuskan untuk mempergunakan tenaga-tenaga militer lebih banyak guna mendampingi sukarelawan-sukarelawan tersebut, memperkuat kekuatan Sukarelawan Indonesia di daerah musuh.

Untuk mendukung Operasi A. KKO AL mengirimkan 300 orang anggota yang terdiri dari Kopral sampai Perwira. Sebelum melaksanakan Operasi A. mereka diwajibkan mengikuti pendidikan khusus di Cisarua Bogor. Selesai latihan mereka dibagi dalam tim-tim dengan kode Kesatuan Brahma dan ditugaskan di daerah Semenanjung Malaya (Basis II) dan di Kalimantan Utara (Basis IV). Yang dikerahkan di Semenanjung Malaya terdiri dari tim Brahma I beranggotakan 45 orang, tim Brahma II 50 orang, tim Brahma III 45 orang dan tim Brahma V 22 orang.

Semenanjung Malaya (Basis II) dibagi beberapa Sub. Basis:
  • Sub Basis X yang berpangkalan di P. Sambu dan Rengat dengan sasaran Singapura.
  • Sub. Basis Y dengan sasaran Johor bagian barat dan Pangkalan Tanjung Balai.
  • Sub. Basis T yang berpangkalan di P. Sambu dengan sasaran Negeri Sembilan, Selangor dan Kuala Lumpur.
  • Sub. Basis Z dengan sasaran Johor bagian timur.

Sedangkan Tugas Basis II:
  • Mempersiapkan kantong gerilya di daerah lawan.
  • Melatih gerilyawan dari dalam dan mengembalikan lagi ke daerah masing-masing.
  • Melaksanakan demolision, sabotase pada obyek militer maupun ekonomis.
  • Mengadakan propaganda, perang urat syarat
  • Mengumpulkan informasi.
  • Melakukan kontra inteljen.

Dalam operasi ini Janatin/Usman melakukan tugas ke wilayah Basis II. A Koti, ia berangkat menuju Pulau Sambu sebagai Sub Basis dengan menggunakan kapal jenis MTB. Kemudian menggabungkan diri dengan Tim Brahma I di bawah pimpinan Kapten Paulus Subekti yang pada waktu itu menyamar dengan pangkat Letkol KKO - AL dan merangkap menjadi Komandan Basis X yang berpangkalan di Pulau Sambu Riau. Ketika Usman menggabungkan dengan kawan-kawannya,, ia berkenalan dengan Harun dan Gani bin Arup, mereka ini merupakan sahabat yang akrab dalam pergaulan. Dalam tim ini Usman dan Harun mendapat tugas yang sama untuk mengadakan sabotase di Singapura.

Meskipun Usman bertindak sebagai Komandan Tim dan usianya sedikit lebih tua dari Harun, demikian pula ia lebih banyak berpengalaman dalam bidang militer, tetapi ia mengakui masih kurang pengalaman dalam wilayah Singapura. Oleh karena itu dalam melaksanakan tugasnya di Singapura, ia lebih banyak memberikan informasi kepada Usman. Harun telah hafal betul tentang keadaan dan tempat-tempat di Singapura, karena Harun pernah tinggal di sana. Tetapi sebagai seorang militer, mereka masing-masing telah mengetahui apa tugas-tugas mereka sebagai Komandan dan bawahan.

Karena ketatnya penjagaan daerah lawan dan sukar ditembus maka satu-satunya jalan yang ditempuh ialah menyamar sebagai pedagang yang akan memasukkan barang dagangannya ke wilayah Malaysia dan Singapura. Usaha tersebut kelihatan membawa hasil yang memuaskan, karena dengan jalan ini anggota sukarelawan berhasil masuk ke daerah lawan yang kemudian dapat memperoleh petunjuk yang diperlukan untuk melakukan tindakan selanjutnya. Dari penyamaran sebagai pedagang ini banyak diperoleh data yang penting bagi para Sukarelawan untuk melakukan kegiatan. Dengan taktik demikian para Sukarelawan telah berhasil menyusup beberapa kali ke luar masuk daerah musuh.

Untuk memasuki daerah musuh agar tidak menimbulkan kecurigaan lawan, para sukarelawan menggunakan nama samaran, nama di sini disesuaikan dengan nama-nama dimana daerah lawan yang dimasuki. Demikian Janatin mengganti namanya dengan Usman dan disambungkan dengan nama orang tuanya Haji Muhammad Ali. Sehingga nama samaran ini lengkapnya Usman bin Haji Muhammad Ali.

Sedangkan Tohir menggunakan nama samaran Harun, dan lengkapnya Harun bin Said. Dengan nama samaran ini Usman, Harun dan Gani melakukan penyusupan ke daerah Singapura untuk melakukan penyelidikan dan pengintaian tempat-tempat yang dianggap penting.

Sedangkan di front belakang telah siap siaga kekuatan tempur yang setiap saat dapat digerakkan untuk memberikan pukulan terhadap lawan. Kekuatan ini terus bergerak di daerah sepanjang perbatasan untuk mendukung para Sukarelawan yang menyusup ke daerah lawan dan apabila perlu akan memberikan bantuan berupa perlindungan terhadap Sukarelawan yang dikejar oleh musuh di daerah perbatasan.


Memasuki wilayah Singapura.

Tanggal 8 Maret 1965 pada waktu tengah malam buta, saat air laut tenang ketiga Sukarelawan iini mendayung perahu, Sukarelawan itu dapat melakukan tugasnya berkat latihan-latihan dan ketabahan mereka. Dengan cara hati-hati dan orientasi yang terarah mereka mengamati tempat-tempat penting yang akan dijadikan obyek sasaran, dan tugas mengamati sasaran-sasaran ini dilakukan sampa larut malam. Setelah memberikan laporan singkat, mereka mengadakan pertemuan di tempat rahasia untuk melaporkan hasil pengamatan masing-masing. Atas kelihaiannya mereka dapa berhasil kembali ke induk pasukannya, yaitu Pulau Sambu sebaga Basis II dimana Usman dan Harun bertugas.

Pada malam harinya Usman memesan anak buahnya agar berkumpul kembali untuk merencanakan tugas-tugas yang haru dilaksanakan, disesuaikan dengan hasil penyelidikan mereka masing-masing. Setelah memberikan laporan singkat, mereka mengadakan perundingan tentang langkah yang akan ditempuh karena belum adanya rasa kepuasan tentang penelitian singkat yang mereka lakukan, ketiga Sukarelawan di bawah Pimpinan Usman, bersepakat untuk kembali lagi ke daerah sasaran untuk melakukan penelitian yang mendalam. Sehingga apa yang dibebankan oleh atasannya akan membawa hasil yang gemilang.

Di tengah malam buta, di saat kota Singapura mulai sepi dengan kebulatan dan kesepakatan, mereka memutuskan untuk melakukan peledakan Hotel Mac Donald, Diharapkan dapat menimbulkan kepanikan dalam masyarakat sekitarnya. Hotel tersebut terletak di Orchad Road sebuah pusat keramaian di kota Singapura. Pada malam harinya Usman dan kedua anggotanya kembali menyusuri Orchad Road. Di tengah-tengah kesibukan dan keramaian kota Singapura ketiga putra Indonesia bergerak menuju ke sasaran yang ditentukan, tetapi karena pada saat itu suasana belum mengijinkan akhirnya mereka menunggu waktu yang paling tepat untuk menjalankan tugas. Setelah berangsur-angsur sepi, mulailah mereka dengan gesit mengadakan gerakan gerakan menyusup untuk memasang bahan peledak seberat 12,5 kg.

Dalam keheningan malam kira-kira pukul 03.07 malam tersentaklah penduduk kota Singapura oleh ledakan yang dahsyat seperti gunung meletus. Ternyata ledakan tersebut berasal dari bagian bawah Hotel Mac Donald yang terbuat dari beton cor tulang hancur berantakan dan pecahannya menyebar ke penjuru sekitarnya. Penghuni hotel yang mewah itu kalang kabut, saling berdesakan ingin keluar untuk menyelamatkan diri masing-masing. Demikian pula penghuni toko sekitarnya berusaha lari dari dalam tokonya.

Koran Sekitar yg Mengangkat Tema Tentang Kasus Peledakan yg Terjadi di Hotel Mc Donald

Beberapa penghuni hotel dan toko ada yang tertimbun oleh reruntuhan sehingga mengalami luka berat dan ringan. Dalam peristiwa ini, 20 buah toko di sekitar hotel itu mengalami kerusakan berat, 24 buah kendaraan sedan hancur, 30 orang meninggal, 35 orang mengalami luka-luka berat dan ringan. Di antara orang-orang yang berdesakan dari dalam gedung ingin keluar dari hotel tersebut tampak seorang pemuda ganteng yang tak lain adalah Usman.

Suasana yang penuh kepanikan bagi penghuni Hotel Mac Donald dan sekitarnya, namun Usman dan anggotanya dengan tenang berjalan semakin menjauh ditelan kegelapan malam untuk menghindar dari kecurigaan. Mereka kembali memencar menuju tempat perlindungan masing-masing.

Pada hari itu juga tanggal 10 Maret 1965 mereka berkumpul kembali. Bersepakat bagaimana caranya untuk kembali ke pangkalan. Situasi menjadi sulit, seluruh aparat keamanan Singapura dikerahkan untuk mencari pelaku yang meledakkan Hotel Mac Donald. Melihat situasi demikian sulitnya, lagi pula penjagaan sangat ketat, tak ada celah selubang jarumpun untuk bisa ditembus. Sulit bagi Usman, Harun dan Gani keluar dari wilayah Singapura. Untuk mencari jalan keluar, Usman dan anggotanya sepakat untuk menerobos penjagaan dengan menempuh jalan masing masing, Usman bersama Harun, sedangkan Gani bergerak sendiri.

Setelah berhasil melaksanakan tugas, pada tanggal 11 Maret 1965 Usman dan anggotanya bertemu kembali dengan diawali salam kemenangan, karena apa yang mereka lakukan berhasil. Dengan kata sepakat telah disetujui secara bulat untuk kembali ke pangkalan dan sekaligus melaporkan hasil yang telah dicapai kepada atasannya. Sebelum berpisah Usman menyampaikan pesan kepada anggotanya, barang siapa yang lebih dahulu sampai ke induk pasukan, supaya melaporkan hasil tugas telah dilakukan kepada atasan. Mulai saat inilah Usman dan Harus berpisah dengan Gani sampai akhir hidupnya.


Gagal kembali ke pangkalan.

Usaha ketiga Sukarelawan kembali ke pangkalan dengan jalan masing-masing. Tetapi Usman yang bertindak sebagai pimpinan tidak mau melepas Harun berjalan sendiri, hal ini karena Usman sendiri belum faham betul dengan daerah Singapura, walaupun ia sering memasuki daerah ini. Karena itu Usman meminta kepada Harun supaya mereka bersama-sama mencari jalan keluar ke pangkalan. Untuk menghindari kecurigaan terhadap mereka berdua, mereka berjalan saling berjauhan, seolah-olah kelihatan yang satu dengan yang lain tidak ada hubungan sama sekali. Namun walaupun demikian tetap tidak lepas dari pengawasan masing-masing dan ikatan mereka dijalin dengan isyarat tertentu. Semua jalan telah mereka tempuh, namun semua itu gagal.

Dengan berbagai usaha akhirnya mereka berdua dapat memasuki pelabuhan Singapura, mereka dapat menaiki kapal dagang Begama yang pada waktu itu akan berlayar menuju Bangkok. Kedua anak muda itu menyamar sebagai pelayan dapur. Sampai tanggal 12 Maret 1965 mereka berdua bersembunyi di kapal tersebut. Tetapi pada malam itu, waktu Kapten kapal Begama mengetahui ada dua orang yang bukan anak buahnya berada dalam kapal, lalu mengusir mereka dari kapal. Kalau tidak mau pergi dari kapalnya, akan dilaporkan kepada Polisi. Alasan mengusir kedua pemuda itu karena takut diketahui oleh Pemerintah Singapura, kapalnya akan ditahan. Akhirnya pada tanggal 13 Maret 1965 kedua Sukarelawan Indonesia keluar dari persembunyiannya.

Usman dan Harun terus berusaha mencari sebuah kapal tempat bersembunyi supaya dapat keluar dari daerah Singapura. Ketika mereka sedang mencari-cari kapal, tiba-tiba tampaklah sebuah motorboat yang dikemudikan oleh seorang Cina. Daripada tidak berbuat akan tertangkap, lebih baik berbuat dengan dua kemungkinan tertangkap atau dapat lolos dari bahaya. Akhirnya dengan tidak pikir panjang mereka merebut motorboat dari pengemudinya dan dengan cekatan mereka mengambil alih kemudi, kemudian haluan diarahkan menuju ke Pulau Sambu. Tetapi apadaya manusia boleh berencana, Tuhan yang menentukan. Sebelum mereka sampai ke perbatasan peraian Singapura, motorboatnya macet di tengah laut. Mereka tidak dapat lagi menghindari diri dari patroli musuh, sehingga pada pukul 09.00 tanggal 13 Maret 1965 Usman dan Harun tertangkap di bawa ke Singapura sebagai tawanan.

Mereka menyerahkan diri kepada Tuhan, semua dihadapi walau apa yang terjadi, karena usaha telah maksimal untuk mencari jalan. Nasib manusia di tangan Tuhan, semua itu adalah kehendak-Nya. Karena itulah Usman dan Harus tenang saja, tidak ada rasa takut dan penyesalan yang terdapat pada diri mereka. Sebelum diadili mereka berdua mendekam dalam penjara. Mereka dengan sabar menunggu saat mereka akan dibawa ke meja hijau. Alam Indonesia telah ditinggalkan, apakah untuk tinggal selama-lamanya, semua itu hanya Tuhan yang Maha Mengetahui.

Bersambung Ke Bag 3 - Tabah Sampai Akhir

---bersambung---